Jakarta, Kemendikbud — Sebanyak 327 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sudah menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP P1). Ke-327 SMK itu sudah menerima Sertifikat Lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), sehingga bisa menguji dan mengeluarkan Sertifikat Kompetensi untuk peserta didiknya. Selanjutnya, Sertifikat Kompetensi yang dimiliki lulusan SMK itu bisa diakui dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dalam proses rekrutmen tenaga kerja terampil.
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) adalah lembaga pelaksana kegiatan kompetensi kerja yang mendapatkan lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Ketua BNSP, Sumarna F. Abdurahman mengatakan, konsep LSP sudah ada seiring dengan keberadaan BNSP sebagai perpanjangan tangan dari BNSP dalam melaksanakan sertifikasi profesi atau sertifikasi kompetensi.
“Jadi kita itu pada dasarnya sebagai pemegang mandat untuk pelaksanaan sertifikasi. BNSP dapat memberikan lisensi kepada lembaga sertifikasi yang memenuhi persyaratan untuk bisa menjalankan tugas kita. Oleh karena itu namanya lisensi, bukan akreditasi, karena mandatnya tetap berada di BNSP,” ujar Sumarna F. Abdurahman seusai penyerahan Sertifikat Lisensi kepada tujuh lembaga diklat Kemendikbud yang sudah menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak 2 (LSP P2). Sumarna menambahkan, lembaga yang sudah mendapat lisensi sebagai LSP tetap dimonitor oleh BNSP untuk memastikan lembaga itu bekerja sesuai dengan ketentuan yang ada.
SMK yang sudah mendapat Sertifikat Lisensi dari BNSP menjadi LSP P1, sedangkan tujuh lembaga diklat Kemendikbud yang sudah mendapat Sertifikat Lisensi dari BNSP menjadi LSP P2. LSP P1 adalah LSP yang didirikan oleh lembaga pendidikan dengan tujuan utama melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja terhadap peserta didiknya.
Sumarna mengatakan, sebagai LSP P1, SMK hanya menguji peserta didiknya, sedangkan LSP P2 seperti lembaga diklat Kemendikbud, menguji peserta pelatihannya, yaitu guru-guru, maupun pihak lain di luar guru. “Misalnya guru-guru yang sudah jadi guru produktif tapi harus dipastikan kompetensinya, dapat diuji tanpa mengikuti pendidikan dulu di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK). Jadi ada jalur untuk mengikuti pendidikan, lalu diuji, dan ada jalur yang sudah berpraktik, tapi belum diuji,” tuturnya.
SMK yang sudah menjadi LSP P1 ditetapkan BNSP dengan beberapa kriteria. Pertama, SMK tersebut harus sudah terakreditasi. Kedua, sudah menerapkan kurikulum yang berbasis pada standar kompetensi. Ketiga, harus memiliki tenaga asesor, yaitu seseorang yang memiliki kualifikasi untuk melaksanakan asesmen dalam rangka asesmen manajemen mutu dalam sistem lisensi Lembaga Sertifikasi Profesi.
Saat ini Kemendikbud sedang merancang pembentukan LSP di 1.650 SMK yang akan menjadi SMK rujukan. Sumarna menuturkan, SMK rujukan itulah nanti yang akan bekerja sama dengan SMK-SMK di sekitarnya yang menjadi aliansi, untuk mengikuti ujian kompetensi keahlian yang dilakukan SMK rujukan. “Jadi pada dasarnya tidak harus 13-ribuan SMK itu harus memiliki LSP, tapi cukup dilakukan melalui SMK rujukan sebagai LSP P1, plus di tingkat provinsi sudah ada juga LSP P2 yang dibentuk juga oleh dinas pendidikan provinsi,” tuturnya. LSP P2 itu, lanjutnya, juga bisa menguji siswa SMK yang sekolahnya belum punya LSP.
Pembentukan LSP di SMK maupun di lembaga diklat Kemendikbud merupakan upaya penguatan pendidikan vokasi yang diamanatkan Presiden Joko Widodo. Pembentukan LSP tersebut juga menjadi salah satu wujud implementasi dari Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing SDM Indonesia. (Desliana Maulipaksi)
Sumber : BKLM